Senin, Oktober 19, 2009

HABIB HUSEIN AL-IDRUS,LUAR BATANG.

Habib Husein al-Idrus Luar Batang

Masjid Luar Batang adalah sebuah masjid yang berada di daerah Pasar Ikan, Jakarta Utara. Di masjid ini terdapat makam seorang ulama bernama Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al ‘Aydrus yang meninggal pada tanggal 24 Juni 1756. Nama masjid ini diberikan sesuai dengan julukan Habib Husein,yaitu Habib Luar Batang. Beliau dijuluki demikian karena konon dahulu ketika Habib Husein dikuburkan, pada saat digotong ke “kurung batang”, tiba-tiba jenazahnya sudah tidak ada. Hal tersebut berlangsung sampai tiga kali. Akhirnya para jama’ah kala itu bermufakat untuk memakamkan beliau di tempatnya sekarang ini. Jadi maksudnya, keluar dari “kurung batang”[rujukan?]. Masjid ini sering didatangi peziarah dari berbagai pelosok tanah air.Sebagai kota besar, wajar jika Jakarta tak bisa lepas dari kesan sebagai gudang tempat maksiat dan negatif. Tapi bukan berarti yang baik tak ada di kota metropolitan itu. Maka tak salah jika ada yang mengatakan, di Jakarta segalanya ada, mulai dari yang paling jelek hingga yang terbaik, tempat mencerburkan diri dalam kubangan dosa sekaligus menimba pahala.

Kawasan tua bernama “Kota” contohnya. Jika malam hari tiba, lampu-lampu tempat maksiat semarak, seakan saling berlomba menggaet siapa saja yang lewat. Tapi siapa sangka tak jauh dari sana terdapat makam seorang waliyullah, tepatnya di daerah bernama Luar Batang. Keberadaan Luar batang sendiri menyimpan satu kisah gaib. Satu kawasan ibukota sebelah utara, di pesisir pantai itu, konon dulunya merupakan satu pulau kecil, merupakan penjelmaan dari hanya sebatang pohon yang berdiri di atas gunung Batang.

Kisah ajaib itu terkait dengan peran seorang wali agung yang datang dari Hadramaut Yaman. Husein namanya. Nama lengkapnya Habib Husein bin Abi Bakr al-Idrus. Menurut catatan sejarah, beliau datang ke Jakarta (Batavia) pada 1746.

Alkisah, suatu ketika seorang opsir Belanda lewat di depan Habib Husein. Tanpa dinyana, Habib memanggil orang itu lalu menepuk pundak perwira itu, dan berkata, “Anda harus kembali ke negeri Anda. Anda akan menjadi orang besar.”

Perwira itu hanya bisa tertegun. Tetapi lantaran cerita karamah Habib Husein

sudah masyhur di kalangan masyarakat Betawi, perwira itu pun menuruti sarannya.

Dan betul saja, tak lama kemudian terdengar kabar bahwa ia telah diangkat menjadi seorang gubernur.

Maka, sebagai ungkapan rasa terima kasih, sang gubernur baru itu datang lagi ke

Batavia hanya untuk bertemu dengan Habib Husein, guna memberikan hadiah khusus, yang bentuk dan jenisnya terserah Habib. Tetapi sesampai di sana, ternyata Habib menolak segala pemberian itu. Akhirnya, karena didesak terus, Habib memilih satu kawasan tempat tinggal sebagai pusat dakwah, yang tak lain adalah Luar Batang (Konon, dulunya kawasan yang dimiliki Habib itu seluas 30 hektar, tetapi kemudian dibagi-bagikan kepada warga sekitar).

Sejak itu, Luar Batang menjadi salah satu basis Islam di bumi Jayakarta. Lewat pesantren yang didirikan, Islam dapat menyebar ke seantero Betawi. Di Luar Batang pula Habib menghabiskan sisa hidupnya, hingga wafat. Kini, Luar Batang menjadi kawasan padat penduduk. Bahkan karena dekat pantai, kawasan itu terkesan kumuh. Tetapi toh tempat itu tak pernah sepi oleh pengunjung. Selain Museum Bahari, di sana terdapat makam Habib Husein yang menjadi tujuan banyak peziarah. Tidak sedikit para peziarah yang ‘bermukim’ di sana hingga berbulan-bulan, demi ngalap barokah sang Habib (Bahkan tak jarang yang datang dari luar Jawa dan mancanegara, seperti Timur Tengah, Eropa dan Afrika). Makam yang tak pernah sepi itu kian ramai jika malam Jumat tiba. Begitu juga pada peringatan Maulid Nabi dan haul wafat beliau (karena wafat pada bulan Ramadan, peringatan haulnya diadakan pada bulan Syawal). Hingga kini, sebagian besar rombongan Walisongo yang datang dari arah timur menjadikan makam Habib sebagai ‘bonus’ setelah berziarah ke wali kesembilan yakni makam Sunan Gunung Jati Cirebon.

Dari Luar Batang, umumnya mereka melanjutkan perjalanan ke Banten, ziarah ke makam Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati, dan makam waliyullah Syekh Nawawi. Kalau kemudian makam Habib Husein menjadi satu tujuan para peziarah, itu tak lain karena keagungan Habib Husein, baik budi pekerti maupun ilmu pengetahuan agama. Beliau adalah da’i besar di kawasan Batavia abad ke-18 hingga Islam tersebar luas di sana.

Seorang ilmuwan Belanda Dr Karel Steenbrik dalam tulisannya mengatakan bahwa beliau adalah salah satu ulama keturunan Hadramaut yang sangat disegani pada saat itu. Generasi pendakwah asal Hadramaut berikutnya antara lain Habib Utsman (Mufti Batavia akhir abad ke-19), Habib Abdurrahman al-Misri, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang), Habib Salim bin Abdullah Sumair, Habib Salim bin Jindan, Habib Umar al-Attas dan lainnya.

Untuk menuju ke makam Habib Husein tidaklah sulit. Dari arah Ancol atau Glodok Kota, Anda tinggal mencari arah Pasar Ikan atau Museum Bahari di kawasan utara Kota. Kalau menggunakan angkutan umum, dari stasiun atau terminal Kota Anda dapat menumpang taksi, bajaj atau ojek. Yang menarik, juga tersedia sepeda onthel dengan sadel belakang yang sudah modified hingga dijamin empuk seperti sepeda motor.
--------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar