Assalamualaikum...
Masalah-masalah yang berkaitan dengan agama hendaknya kita yang awam merujuk pada para ulama yang ahli dibidangnya,mereka menguasai berbagai disiplin ilmu yang mendukung untuk fatwa-fatwanya dan keilmuan mereka pun telah diakui oleh ulama sezamannya dan memang terbukti mereka mempunyai tingkat kecerdasan yang dikaruniai Allah SWt dengan sangat luar biasa,seperti hafidz nya mereka menghafal alQur'an dan Hadist yang diluar kemampuan orang awam maka agar tidak terjadi kebingungan di tengah umat Islam dan memperkecil perbedaan agar tidak rancu dan tidak terjadinya fitnah yang memperlebar perbedaan diantara orang awam maka sebaiknya orang awam tidak berfatwa dan memaksakan fatwanya kepada orang awam lainnya.
Dasar agama Islam ini memang i'ttiba dan taqlid sebagaimana sahabat i'ttiba pada Rasul SAW,tabi'in ber i'ttiba pada para sahabat,tabiuttabi'in dan ulama beri'ttiba pada para tabi'in dan murid bertaqlid pada guru yang tsiqah dan seterusnya , Jika disebut Taqlid maka bolehlah kiranya kita bertaqlid asal dengan orang yang ahli seperti para Hafidz dan Muhaddisin,mengikuti mereka bukan taqlid buta karena kita bertaqlid pada orang yang benar-benar ahli,jika kita bertaqlid pada orang awam dan ilmunya hanya belajar dari buku tanpa bimbingan bahkan ilmu/gurunya tak bersanad yang muttawatir hingga Rasul SAW maka inilah yang disebut taqlid buta.Sebagai contoh Taqlid yang benar adalah seperti masalah bid'ah yang hingga kini masih saja hangat menjadi bahan perdebatan antara sesama Muslim,mari kita telaah masalah ini.kita mulai dari Fatwa Imam besar yang dianut mayoritas Muslimin diIndonesia yaitu Imam Syafei RA.
Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii),Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi 2, yaitu Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
Imam Syafei RA membagi bid'ah menjadi 2 ,Mahmudah (Baik) dan Mazdmumah (Buruk),Beliau RA beritjtihad demikian karena byk dalil yg mendukung seperti pengumpulan ayat2 Qur'an,tarawih,adzan jum'at 2 kali,hadist percakapan Rasul SAW dgn Mu'adz bin jabal saat hendak diutus ke Yaman dan Nabi membolehkannya berijtihad dan banyak lagi dalil lainnya.
Segala amal kebaikan yg bermanfaat bagi umat Islam sudah dibolehkan oleh Allah&RasulNya , sebagaimana firman-Nya swt : “Sungguh Allah telah memerintahkan kalian berbuat adil dan kebaikan, dan menyambung hubungan dengan kaum kerabat, dan melarang kepada keburukan dan kemungkaran dan kejahatan” berkata Alhasan bahwa ayat ini tidak menyisakan satu kebaikan pun kecuali sudah diperintahkan melakukannya, dan tiada suatu keburukan pun kecuali sudah dilarang melakukannya.
Dan makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM.. (dst)” “hari ini KU-sempurnakan untuk kalian agama kalian, KU-sempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan KU-ridhai Islam sebagai agama kalian”. (QS. Al-Maidah : 3). Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan Rasul-Nya, alangkah sempurnanya Islam.
Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat – ayat lain turun, masalah hutang dll.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan kitab Alqur’an dan kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok agama Islam karena kedua kitab tersebut (Alqur’an dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing - masing, melainkan hal itu merupakan ijma' atau kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dll. Inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para Tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw dan memberikan klasifikasi hukum hadits menurut para periwayatnya. Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, Sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits. Ini semua adalah perbuatan bid’ah namun Bid’ah Hasanah.
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah. Dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham (yang maksudnya berpeganglah erat – erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka).
Kemudian bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits dan para Imam maka mestilah kita berhati - hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai derajat Hafidh atau Muhaddits? atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa - fatwa para Imam? (Walillahittaufiq)
Saudara - saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan - ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Asshiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Lalu berkata pula Zeyd bin Haritsah ra : ”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun (Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara - saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal – hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar Asshiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin Haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar